Masafif – Fenomena Makan Tabungan, yaitu perilaku masyarakat yang menggunakan tabungan mereka untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Perilaku ini timbul akibat melemahnya daya beli masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dan inflasi yang tinggi.
Fenomena Makan Tabungan pertama kali diketahui dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menunjukkan bahwa simpanan nasabah di level bawah, yaitu di bawah Rp 100 juta, mengalami penurunan sepanjang 2023. Artinya, semakin banyak masyarakat dengan tabungan di bawah Rp 100 juta yang memilih mengonsumsi uangnya daripada menabung. Tren penurunan tabungan kelompok ini telah terjadi sepanjang 2023.
Daftar isi
Faktor-Faktor Penyebab Fenomena Makan Tabungan
Beberapa faktor yang menyebabkan fenomena Makan Tabungan terjadi, antara lain adalah:
1. Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak besar pada perekonomian Indonesia. Banyak sektor usaha yang terpukul, seperti pariwisata, transportasi, perdagangan, dan industri. Akibatnya, banyak masyarakat yang mengalami PHK, penurunan penghasilan, atau gulung tikar. Hal ini membuat mereka harus bergantung pada tabungan mereka untuk bertahan hidup.
2. Inflasi Tinggi
Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan berkelanjutan. Inflasi tinggi membuat daya beli masyarakat menurun, karena uang yang mereka punya tidak sebanding dengan harga barang dan jasa yang mereka perlukan.
Inflasi tinggi juga membuat nilai tabungan masyarakat menurun, karena uang yang mereka simpan tidak sebanding dengan harga barang dan jasa di masa depan. Hal ini membuat mereka lebih memilih mengonsumsi tabungan mereka sekarang daripada menyimpannya untuk nanti.
3. Kurangnya Bantuan Pemerintah
Bantuan pemerintah berupa bantuan langsung tunai (BLT), subsidi listrik, atau bantuan sosial lainnya, seharusnya dapat membantu meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi.
Namun, bantuan pemerintah ini dinilai kurang tepat sasaran, tidak merata, atau tidak mencukupi. Hal ini membuat masyarakat tetap harus mengeluarkan uang dari tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Dampak-Dampak Fenomena Makan Tabungan Bagi Masyarakat
Fenomena Makan Tabungan memiliki dampak negatif bagi masyarakat, baik jangka pendek maupun jangka panjang, antara lain adalah:
1. Menurunnya Kesejahteraan Masyarakat
Masyarakat yang menggunakan tabungan mereka untuk konsumsi sehari-hari berarti tidak memiliki dana cadangan untuk menghadapi situasi darurat, seperti sakit, bencana, atau kebutuhan mendesak lainnya. Hal ini membuat mereka rentan mengalami kemiskinan, kesehatan yang buruk, atau ketergantungan pada utang.
2. Menurunnya Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Masyarakat yang menggunakan tabungan mereka untuk konsumsi sehari-hari berarti tidak memiliki dana untuk berinvestasi, baik dalam bentuk tabungan, deposito, saham, obligasi, properti, atau usaha. Hal ini membuat mereka kehilangan peluang untuk meningkatkan penghasilan, aset, atau kesejahteraan mereka di masa depan.
Hal ini juga berdampak pada menurunnya investasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional, karena kurangnya modal yang berputar di sektor riil.
3. Menurunnya Kualitas Hidup Masyarakat
Masyarakat yang menggunakan tabungan mereka untuk konsumsi sehari-hari berarti tidak memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan non-dasar mereka, seperti pendidikan, kesehatan, rekreasi, atau hobi. Hal ini membuat mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi, bakat, atau minat mereka.
Hal ini juga berdampak pada menurunnya kualitas hidup masyarakat, karena kurangnya kebahagiaan, keseimbangan, atau kepuasan hidup.
Baca Juga : Mengenal QRIS: Standar Nasional Pembayaran dengan QR Code
Cara-Cara Mengatasi Fenomena Makan Tabungan
Fenomena Makan Tabungan adalah masalah yang kompleks dan membutuhkan solusi yang komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi fenomena Makan Tabungan:
1. Meningkatkan Penanganan Pandemi Covid-19
Langkah utama yang harus dilakukan adalah menekan laju penyebaran dan dampak pandemi Covid-19. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan disiplin protokol kesehatan, percepatan vaksinasi, peningkatan fasilitas kesehatan, dan pemberian insentif bagi sektor-sektor yang terdampak.
Hal ini bertujuan untuk memulihkan kepercayaan dan aktivitas masyarakat, serta membuka kembali peluang usaha dan lapangan kerja.
2. Meningkatkan Bantuan Pemerintah
Langkah kedua yang harus dilakukan adalah meningkatkan bantuan pemerintah bagi masyarakat yang terdampak pandemi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperluas cakupan, menambah jumlah, dan memperbaiki mekanisme bantuan pemerintah, baik berupa BLT, subsidi, stimulus, atau bantuan lainnya.
Hal ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat, meningkatkan daya beli, dan mendorong konsumsi.
3. Meningkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan
Langkah ketiga yang harus dilakukan adalah meningkatkan literasi dan inklusi keuangan bagi masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan edukasi, sosialisasi, dan fasilitasi mengenai pentingnya mengelola keuangan dengan baik, termasuk menabung, berinvestasi, dan berhutang secara bijak.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka.